keep calm and enjoy with my blog

Rabu, 31 Desember 2014

Mengenal Boiler

Boiler

Pada dasarnya Boiler adalah suatu wadah yang berfungsi sebagai pemanas air, panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air didihkan sampai menjadi steam, volumenya akan meningkat sekitar 1600 kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dengan baik. Bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan boiler bisa berupa gas, minyak dan batu bara. Di Indonesia bahan bakar yang umum digunakan adalah solar.
Sistem Pada Boiler
Sistem boiler terdiri dari sistem umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar. Sisitem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang digunakan dalam sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan sistem.
Air yang disuplai ke boiler untuk diubah menjadi steam disebut air umpan. Ada dua sumber air umpan: 1. Kondensat atau steam yang mengembun yang mengembun ke proses. 2. Air make up (air baku yang sudah diolah) yang harus diumpankan dari luar ruang boiler ke plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi boiler yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air umpan menggunakan limbah panas pada gas buang.

Jenis-Jenis Boiler
Berdasarkan type pipa:
Fire Tube Boiler
Terdiri dari tanki air yang dilubangi dan dilalui pipa-pipa, dimana gas panas yang mengalir pada tanki tersebut digunakan untuk memanaskan air di tanki. Air yang dipanaskan menhasilkan uap panas yang dapat digunakan untuk memanaskan air di kamar mandi ataupun laundry. Fire tube boilers biasanya digunakan untuk kapasitas steam yang relative kecil dengan tekanan steam rendah sampai sedang. Sebagai pedoman, fire tube boilers kompetitif untuk kecepatan steam sampai 12.000 kg/jam dengan tekanan sampai 18 kg/cm2. Fire tube boilers dapat menggunakan bahan bakar minyak bakar, gas dalam operasinya.
Water tube Boiler
Air mengalir melalui susunan pipa yang terletak di dalam gas panas yang dihasilkan dari pembakaran. Pada boiler watertube, air panas tidak berubah menjadi uap, sehingga bisa langsung digunakan untuk keperluan seperti air panas di kamar mandi, laundry. Ketika air dalam pipa-pipa didih mendapat pemanasan., air dalam pipa mendidih sehingga air mengandung uap dan berat jenis air berkurang., air dan uap mengalir ke atas. Air yang berat jenisnya lebih besar akan turun dan menggantikan posisi air yang menuju ke atas. Pada drum atas air dan uap berpisah menjadi uap jenuh, kemudian uap jenuh disalurkan ke superheater untuk diubah menjadi uap panas lanjut. Uap panas lanjut yang keluar dari superheater inilah yang akan dimanfaatkan sebagai penggerak mesin uap.

Berdasarkan bahan bakar yang digunakan:
Solid Fuel. Pemanasan yang terjadi akibat pembakaran antara pencampuran bahan bakar padat (batu bara, sampah kota, kayu) dengan oksigen dan sumber panas.
Oil fuel. Pemanasan yang terjadi akibat pembakaran antara pencampuran bahan bakar cair (solar, residu, kerosin) dengan oksigen dan sumber panas.
Gaseous Fuel. Pemanasan yang terjadi antara pembakaran antara LNG (Liquid Natural Gas) dengan oksigen dan sumber panas. Harga bahan baku pembakarannya lebih murah diantara semua boiler yang lain.
Electric. Pemanasan yang terjadi akibat sumber listrik yang menyuplai sumber panas.

Berdasarkan kegunaan boiler
Power boiler. Steam yang dihasilkan boiler ini menggunakan tipe watertube boiler, hasil steam yang dihasilkan memiliki tekanan dan kapasitas yang besar, sehingga mampu memutar steam turbin dan menghsilkan listrik dari generator. Kegunaan utamanya sebagai penghasil steam untuk menghasilkan listrik dari generator.
Industrial Boiler. Steam yang dihasilkan boiler ini menggunakan watertube boiler atau firetube boiler.Kegunaannya untuk menjalankan proses industri dan sebagai tambahn panas. Steam memiliki tekanan yang sedang dan kapasitas yang besar.
Komersial Boiler. Steam yang dihasilkan boiler ini menggunakan watertube boiler atau firetube boiler. Kegunaannya untuk menjalankan proses operasi komersial. Tekanan yang dimiliki rendah.
Residential Boiler. Steam yang dihasilkan boiler ini menggunakan boiler tipe firetube boiler. Boiler ini memiliki tekanan dan kapasitas yang rendah, biasanya digunakan pada perumahan.
Heat Recovery Boiler. Steam yang dihasilkan boiler ini menggunakan boiler tipe watertube boiler atau firetube boiler. Steam yang dihasilkan memiliki kapasitas dan tekanan yang besar, kegunaan utamanya sebagai penghasil steam dari uap panas yang tidak terpakai. Hasil steam ini diguanakn untuk menjalankan proses industri.

Berdasarkan konstruksi boiler
Packcage Boiler. Disebut packcage boiler karena sudah tersedia sebagai paket yang lengkap pada saat dikirim ke pabrik, hanya memerlukan pipa steam
Berdasarkan Tekanan Kerja Boiler
Low pressure boilers. Tipe ini memiliki steam operasi kurang dari 15 psi, menghasilkan air dengan tekanan dibawah 160 psi dan temperature dibawah 250 F.
High Pressure boilers. Tipe ini memiliki steam operasi lebih dari 15 psi, menghasilkan air dengan tekanan di atas 160 psi dan temperature di atas 250 F.

Komponen Utama Boiler
Furnace. Komponen ini merupakan tempat pembakaran bahan bakar.
Steam Drum. Komponen ini merupakan tempat penampungan air panas dan pembangkitan steam.
Superheater Komponen ini merupakan tempat pengeringan steam dan siap dikirim melalui main steam pipe dan siap untuk menggerakkan turbin uap atau menjalankan proses industri.
Air Heater. Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan udara luar yang diserap untuk meminimalisasi udara yang lembab yang akan masuk ke dalam tungku pembakaran.
Economizer. Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan air dari air yang terkondensasi dari sistem sebelumnya.
Safety valve. Komponen ini merupakan saluran buang steam jika terjadi keadaan dimana tekanan steam melebihi kemampuan boiler menahan tekanan steam.
Blowdown valve. Komponen ini merupakan saluran yang berfungsi membuang endapan yang berada di dalam pipa steam.


Pemanfaatan Boiler
a.Pada kapal. Fungsi utama ketel uap di kapal adalah untuk menghasilkan uap. Uap yang dihasilkan oleh boiler selain sebagai pemanas bahan bakar seperti yang telah disebutkan, juga bisa digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang juga digunakan sebagai motor penggerak utama kapal, untuk peralatan pemanas ( pemanas ruangan, bahan bakar). Pada kapal tanker digunakan sebagai pembersih tangki minyak ( Tank Cleaning).
b.Pemasok konsumsi energi listrik pada system proses produksi di Pabrik
c.PDAM, menyediakan keran air panas


sumber : http://lustyyahulfa.blogspot.com/2011/01/mengenal-boiler.html

Perbedaan dan Persamaan Antara PLC dan DCS


 Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa PLC dan DCS mempunyai fungsi yang sama. Saat ini perbedaan DCS dan PLC telah kabur karena masing-masing telah saling mengambil peran. PLC mengambil sebagian peran DCS dan sebaliknya.
Ini sangat berbeda dengan yang dipahami selama ini bahwa :
– DCS (Distributed Control System) sesuai dengan namanya adalah sebuah SISTEM PENGONTROLAN yang bekerja menggunakan beberapa controller dan mengkoordinasikan kerja semua controller tersebut. Masing-masing controller tersebut menangani sebuah plant yang terpisah. Controller yang dimaksud tersebut adalah PLC.
– Sedangkan PLC (Programmable Logic Controller) sesuai dengan namanya adalah sebuah CONTROLLER yang dapat deprogram kembali. Jika PLC hanya berdiri sendiri dan tidak digabungkan dengan PLC yang lain, SISTEM pengontrolannya dinamakan DDC.
Jadi, PLC adalah sub sistem dari sebuah sistem besar yang bernama DCS. Yang sejajar dalam hal ini adalah DDC dengan DCS dan FF, serta PLC dengan SLC, Microcontroller, dan sebagainya.
Benarkah demikian?
Perkembangan awal PLC, difungsikan lebih ke logic Control (Discrete Input/Output). Tapi Sekarang, PLC sudah mengakomodasi bukan hanya discrete Input/Output, didalamnya sudah dapat menerima signal dari Thermocouple, RTD, Load Cell, dan sebagainya langsung ke I/O PLC.
Mungkin ini yang menjadi “kabur”, dimana fungsi-fungsi tersebut sebelumnya dipegang oleh DCS, sekarang dengan PLC saja sudah bisa.
PLC pada dasarnya hanya pengontrol logika yang dapat diprogram. Walaupun pada perkembangannya PLC sudah dilengkapi analog signal, kemampuan aritmatiknya sangat terbatas.
Sedangkan DCS, Sistem Pengendali terdistribusi Penekanannya ada di D-nya, Distribusi, yaitu distribusi tiga hal : Distribusi Resiko kegagalan, Distribusi lokasi dan Distribusi Pengendalian dan Man Power.
Secara tradisional, memang benar bahwa DCS lebih lambat responnya dibanding PLC. Karena memang untuk regulatory control tidak perlu respon yang terlalu cepat karena kalau gagal masih ada safety shutdown system. Satu (1) second overall masih cukup untuk hampir semua aplikasi. Berbeda dengan safety application yang sering merupakan ladang PLC.
Sekarang, kelihatannya sudah berbeda karena hardware dari yang secara tradisional DCS vendor makin “seperti PLC”.
Ada yang mengatakan, “PLC itu Install and Forget it”, kalau DCS kebalikannya, karena lebih bersifat kompleks dan perlu monitoring.
Kalau dilihat dari kompleksitas sistemnya, tergantung bagaimana konfigurasi sistem yang dipasang. Shutdown System Plant dengan menggunakan PLC-based juga bisa sangat kompleks, jauh lebih kompleks dibanding dengan DCS. Kalau tidak, mengapa para ahli sedemikian peduli sampai mengeluarkan IEC-61508, IEC-61511, IEC-62601 dan sebagainya.
PLC terbaru saat ini sudah sanggup untuk mengolah sejumlah besar informasi secara real time karena sudah memiliki RAM antara 2 – 6 MB, memiliki konektivitas dengan Ethernet dan dapat diprogram dalam bentuk teks terstruktur maupun ladder logic.
Pun, umumnya dioperasikan dengan Windows XP, dilengkapi dengan Human Machine Interface, HMI (misalnya Rockwell RSView), yang memungkinkan diadopsinya aplikasi Visual Basic, Hysys dan aplikasi lainnya.
Integrity level PLC tidak bisa dipandang secara individual, seharusnya dipadukan dengan final element dan sensor sebagai satu kesatuan Safety Instrumented Function (SIF).
Perbedaan PLC dan dcs sekarang sudah tidak ada lagi, karena perkembangan teknologi yang sudah maju.. dimana PLC sudah banyak yang berperan sebagai DCS, malah lebih dari itu PLC bisa berperan seperti SAP…!
PLC seringkali dipakai untuk safety system (trip system dari suatu equipment). Walaupun di DCS ada fasilitas LOGIC maupun sequence, kebanyakan untuk trip system, sinyal tripnya tetap diumpankan ke PLC, misalnya alarm LL dari level steam drum sinyalnya diumpankan ke PLC untuk men-TRIP-kan Boiler.
Jadi perbedaan PLC ama DCS mungkin terletak pada kecepatan responnya.
Dari studi kasus, di Caltex, DCS sudah lama dan ada penggantian dengan sistem PLC+MMI. Tapi biasanya, kalau di perusahaan migas ada dua sistem DCS dan PLC. PLC untuk Fire/gas and Shutdown System, DCS untuk Continuous Control. Juga banyak aplikasi yang lainnya, seperti spesifik kontrol untuk Compresor/turbin, Vibration Monitoring, Flow Computer System, Optimization,dan lain-lain. Dan semua apikasi itu bisa disambungkan ke DCS. DCS bisa memonitor semua sistem yang ada (PLC+MMI, flow computer, turbin control, optimization software, dan lain-lain). Mungkin sebenarnya bisa aja ditangani oleh satu DCS saja atau PLC+MMI saja. Tetapi di perusahaan Oil and Gas dibuat banyak sistem, salah satu alasannya untuk redundancy, kalau memakai satu sistem saja sekali mati, mati semua plantnya. Tetapi, kalau di industri makanan, mungkin cukup PLC+MMI saja, karena lebih murah daripada membeli DCS yang mahal.
Pendapat lainnnya mengatakan bahwa PLC tidak sama dengan DCS, PLC bukan sub sistem DCS dan DCS bukan PLC yang dibesarkan.
Bila dilihat dari awal terbentuknya kedua perangkat itu, PLC dibuat untuk menggantikan Relay Logic yang berfungsi sebagai shutdown system. DCS dibuat untuk menggantikan Controller (single Loop, multi loop, close loop, open loop, etc), yang mengendalikan jalannya Proses (Proses Control). Proses Controller tentu tidak sama dengan Logic Controller, dan jangan dipisahkan, karena akan berbeda maknanya.
Dalam aplikasinyapun begitu. Maukah jika pada sistem pengaman (ESD/PLC) kita terjadi kegagalan, maka semua Control Process menjadi Uncontrol, karena PLC digunakan sebagai System Control..?? Atau sebaliknya, kita sudah tidak memiliki sistem pengaman (ESD/PLC), ketika Sistem Control terhadap proses (DCS) terjadi kegagalan, karena DCS juga digunakan sebagai ESD..???. Lebih jelas lagi jika kita melihat “kewajaran” peruntukannya kedua sistem tersebut. PLC “wajar/layak” digunakan untuk sistem pengaman (ESD) kompresor, pompa, turbin, heater, boiler, dan “Equipment Proses” yang lain. Sementara DCS, kewajaran peruntukannya adalah sistem “Pengendalian / Control”. Pengendalian terhadap perubahan level, flow, press, dan “Variable Proses” yang lain.
Pada pengembangannya, PLC mulai menggunakan “Analog Input”. Input dari Transmitter atau Thermocouple. Tapi coba kita lihat ke Software pemrograman logic. Semua Analog input akan diubah menjadi Digital dan kembali menjadi parameter digital pada fungsi Logic yang digunakan. Kalaulah PLC kemudian memiliki fungsi PID Controller, lebih cenderung diperuntukan ke sistem dimana ESD dan proses control merupakan satu kesatuan Sequence yang tidak bisa dipisah. Misalnya Turbo Machinery Control.
Tetapi kalau Aplikasi Anti surge, bukanlah ESD, dan lebih cenderung ke fungsi Control (bukan Logic). Bisa dilihat dari kasus sebagai berikut yang mungkin akan lebih terlihat dimana PLC dan DCS wajar diaplikasikan.
Pada sebuah kompresor yang menggunakan sistem Auto Start untuk Pompa Lube Oil (L.O). Pompa yang normal beroperasi adalah Pompa Turbine (PT) dan Stand by adalah Pompa Motor (PM). Jika Press L.O. turun karena sesuatu hal misalnya PT Trip, setelah mencapai setting Press PM akan Auto Start. Penggunaan Sensor Press L.O. berupa Electronic Smart Pressure Transmitter dan Press.Trans. menjadi Analog input di PLC.
Kejadiannya adalah : Saat PT Trip, PM terlambat Start dan kompresor Trip, karena turunnya press sangat cepat dibawah satu (1) detik. Setelah dilihat terjadi keterlambatan respon pada Press.transmitter, walaupun damping sudah minimum. Ternyata memang semua peralatan berbasis microprocessor itu akan memiliki Dead Time (juga dikatakan di Manual Book). Untuk mengatasinya kembali digunakan Pressure Switch untuk sistem Auto Start L.O. (sesuai desain awal). Apakah ada standard yang mengatakan sensor dari Sistem Logic ESD harus menggunakan Switch..??? Alangkah terlambat lagi jika input PLC berasal dari DCS.
Dari cerita di atas, apakah kita akan menggukan DCS untuk fungsi PLC dan PLC untuk DCS..?
Membicarakan mengenai beda antara PLC dan DCS selalu saja akan campur aduk kalau tidak di set dari awal kerangka berbicaranya pada tataran definisi atau realitas/kemampuan hardware software architecture-nya dalam mengerjakan tugas tertentu.
Kalau berdasarkan definisinya, maka :
PLC = Programmable Logic Controller
PLC secara definisi adalah sebuah controller (processor) yang bisa diprogram (programmable) yang fungsinya adalah menjalankan (execute) fungsi-fungsi logic. Logic yang dimaksud di sini, melihat pada sejarah awal dibuatnya, adalah discrete/sequence function yang biasanya ditangani oleh relay. Dari awalnya para vendor yang mengusung nama PLC memang bergerak di bisnis discrete/sequence control.
DCS = Distributed Control System
Apapun system control yang terdistribusi (Sebagai lawan dari DDC = direct digital control) dikategorikan sebagai DCS. Pada DDC seluruh control dilakukan dalam central processor sehingga apabila dia kegagalan, seluruh control plant akan ikut gagal. DDC, digunakan hampir, kalau tidak bisa disebut keseluruhannya sebagai Regulatory Control. Dan dari awalnya vendor-vendor yang mengusung nama DCS memang menggunakan produknya sebagai regulatory control.
Celakanya, para vendor yang ada pada masing-masing kubu ini mulai saling berebut pasar (terutama vendor yang dulunya mengaku vendor PLC). Ini disebabkan karena kemampuan processor/CPU dan juga memori yang makin cepat dan harganya juga makin murah.
Mereka mulai “mengkhianati” dan mulailah ada cross application. Vendor yang dulunya mengusung nama PLC sudah mulai memasuki arena regulatory control karena mereka mulai pede dengan barang mereka. Demikian pula Vendor yang dulunya mengusung nama DCS mulai tertarik memasuki arena discrete karena dari segi hardware saat ini sudah memungkinkan processor-nya punya execution time yang cepat sehingga pasar dicrete sudah bisa dimasuki.
Dengan begitu, kalau melihat pada menyataan kemampuan architecture barang yang dimiliki masing-masing, maka pengertian PLC dan DCS sudah mulai kabur. Maka kalau standard mengatakannya adalah “Programmable Electronic”. Anything programmable and its electronic based device.
Khusus mengenai dikotomi switch dan transmitter, spesifikasi response transmitter yang response timenya (include dead time) adalah 100 ~ 500 miliseconds. Dead timenya sendiri 40 ~ 100 miliseconds. Standard tidak menyarankan mana yang lebih baik dipakai karena kedua-duanya sama baiknya tergantung aplikasinya (bahkan akibat kemampuan transmitter yang bisa dipakai untuk check trend data analog, maka pemakaian transmitter makin popular.
Kalau terdapat masalah dengan transmitter jangan langsung ambil kesimpulan bahwa switch lebih baik daripada transmitter. Jangan-jangan transmitternya model kuno, atau salah pasang setting sehingga backup pump terlambat jalan. Untuk pompa berapa kecepatan respon pompanya sendiri yang notabene mechanical ??? Penentuan settingnya lebih krusial daripada mempermasalahkan switch atau transmitter.
Dalam teori, controller sebuah safety control disarankan terpisah dari controller process control. Namun, hal ini bukanlah sebuah kemutlakan yang harus diikuti. Terkadang sebuah process control tidak bisa dipisahkan dengan safety control. Contoh : pada sebuah test station onshore, ESD adalah process control itu sendiri termasuk sistem alarmnya. Interlocking system yang berfungsi mengidentifikasi dan menindaklanjuti alarm-alarm kritikal semisal HHLL pada vessel juga adalah bagian dari process control.
Artikel yang dimaksud di atas lebih tepat mengatakan bahwa “DCS dan PLC mempunyai banyak fungsionalitas yang sama”. Kalau dikatakan bahwa “DCS dan PLC mempunyai fungsi yang sama”, dapat diartikan bahwa seluruh functionality DCS dan PLC sama, padahal masih ada banyak fungsionalitas yang tidak sama antara DCS dan PLC.
Perbedaan fungsionalitas tersebut juga berarti bahwa DCS dan PLC tidak bisa di-implementasikan pada aplikasi yang sama. Misalnya untuk sebuah large chemical plant, tetap diperlukan kedua sistem DCS dan PLC, masing-masing untuk aplikasi sesuai dengan rancang bangun atau kegunaan dari sistem (DCS atau PLC).
* DCS bukanlah PLC yang besar. Kita bisa mempunyai DCS dengan 300 I/O dan 2 Processor Module, dan PLC dengan 8000 I/O dengan satu atau dua Processor Module; System Architecture DCS dan PLC berbeda.
* DCS juga bukan PLC-PLC yang terintegrasi menjadi satu system besar. Kata “Controller” pada PLC lebih ditujukan sebagai “Logic Controller”, sedangkan pada DCS lebih ditujukan sebagai “Process Controller”
* Baik DCS maupun PLC adalah configurable dan reconfigurable
* DDC dan PLC digabung ataupun tidak adalah dua system yang berbeda
* Kita tidak bisa menyejajarkan sistem yang berbeda-beda; sedangkan untuk sistem yang sama pun (sesama DCS atau sesama PLC) tidaklah mudah untuk menyejajarkan satu dengan yang lain.
Tetapi memanglah demikian adanya. Topik ini adalah topik klasik yang sering dibicarakan dalam berbagai technical forum, tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara internasional, dan tetap tidak membuahkan konklusi. Yang penting kita gunakan sistem yang sesuai dengan kegunaan.


sumber : https://duniakarya.wordpress.com/2009/10/29/dcs-vs-plc-perbedaan-dan-persamaan/